Pages - Menu

Friday, March 23, 2012

CerPen : DIA YANG KUHIRUP



DIA YANG KUHIRUP

Dia terduduk kaku, disebrang rel kereta yang membeku didingin hujan yang menderu. Tatapan sayu dan senyumnya tersipu malu. Aku pun mendekatinya tanpa ragu, dengan wajahnya yang lugu ia terus tersenyum menatapku. Entah menatap atau sekedar rasa, walau pelan ia tertawa dan entah sadar atau setengah gila tapi dapat kupastikan kalau perempuan ini buta. aku terkejut ketika ia mulai meraba tanganku dan bertanya,
“jam berapa, ya?”. Lalu ku ucap,
“jam 4 sore.”. dia tertawa pelan kembali, lalu berkata,
“sekitar 2 jam 40 menit 13 detik yang lalu, kernet itu berkata ‘bahwa ini jam 2 siang’, lalu anda berkata jam 4 sore? Waktu berlalu begitu cepat.”.
Sebenarnya siapa perempuan ini? Dia cantik, namun kecantikannya tertutup oleh kemisteriusannya.
“maaf jika saya menggangu tuan”, aku pun seraya menjawab,
“tak apa, tak usah nona pikirkan. Tetapi jika saya boleh tahu nona ini sedang menunggu siapa? Sendiri di tempat seperti ini apa nona tidak takut?”. Nona itu tersenyum dan berkata,
“tepatnya, apa. Bukan siapa. Saya sedang menuggu angin yang akan berhembus dari Barat ke Utara.” Rasa penasaran ku semakin tinggi, aku tertarik pada nona ini.
            Tak lama kemudian setelah kami berbincang, datang sebuah kereta melaju dengan kencang. Dari arah Barat, menghembuskan angin kearah kami yang kebetulan berada di arah Utara. Perempuan itu berdiri lantas berkata,
“anginku sudah datang”.
“kalau begitu mari saya antarkan nona keperonnya.” Aku menawarkan jasa.
“tak usah, tuan. Saya bisa sendiri.” perempuan itu tersenyum malu.
“tidak apa, kebetulan kita searah dan sekereta.”.
“maaf merepotkan tuan.”.
            Didalam kereta, kami berbincang layaknya seorang teman yang baru saja bertemu dan saling melepas kerinduan. Kami duduk bersebelahan, semakin kami berbincang semakin kami nyaman satu sama lain. Namun entah mengapa, perempuan ini selalu menatap kearah jendela, padahal ia tak bisa menatap apa yang ada didepannya. Begitu tenang ia di tiup angin  kencang. Dan, begitu inginkah ia melihat apa yang ia ingin lihat? Lantas aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya,
“nona menga….”,
Nona ini mulai terlelap, ia menyandarkan kepalanya ke bahuku yang layu terbujuk rayu. Dan dengan urungan niatku, perlahan tapi pasti ku sandarkan kepalaku keatas kepalanya. Kami seperti sepasang kekasih.

            Kuda besi ini mulai berhenti. Beberapa menit mulai kusadari, bahwa nona itu sudah pergi. Aku terperanjat berlari keluar dan terus mencari. Kemana nona itu pergi? Dari setiap langkah kutuju tempat tempat yang kukira ia berada, ku telusuri setiap sudut sudut berujung hampa. Namun, sayang. Nona itu pergi entah kemana.
            Stasiun itu mulai sepi, aku terduduk kembali. Dan tentunya tetap sendiri. Dan dengan rasa lelah yang meliputi, menyucurkan peluh ini, kulihat siluet sesorang yang kucari. Aku berlari menghampiri.
“nona, tunggu.”. nona itu menoleh dan berkata,
“tuan? apa itu kau?”.
“Ya ini aku.”.
“ada apa tuan? Maafkan sikapku ketika di kereta tadi.”.
“tak usah kau pikirkan, nona. Tetapi, saya hanya ingin bertanya, setelah kita lama berbincang saya belum tahu siapa nama nona?”. Nona itu tertawa kecil,
“karena itukah tuan mencari saya kesana kemari? Menyusuri lorong lorong sepi hanya untuk menemui saya yang hampa ini?”, Nona ini tersenyum manis lantas berkata,”orang orang member saya nama Udara.” Lalu berjalan kecil.
Udara? Aku ingin menghampiri namun tubuh ini terasa beban berat sekali. Teriakku bertanya,
”nona, dimanakah aku bisa bertemu lagi denganmu?”. Nona itu tetap berlalu dan berkata,
”rasakan kehadiranku saat kau bernafas, yakinlah bahwa udara yang kau hirup adalah separuh jiwaku. Maka sebenarnya aku ada disampingmu. Mengiringi setiap langkahmu. Dan dengan kehendak-Nya, kita pasti dipertemukan kembali.”
 Dengan hilangnya dia dari pandanganku, tertutup kabut tebal dimalam hari. Aku menghirup udara, lalu masuk ke diafragma, terjebak di paru paru, lalu melantunkan Tasbih putih demi keindahan yang telah Sang Rabb ciptakan dan tunjukan. Kusujudkan diri dalam malam sepi, semakin dalam. Dalam. Dalam sekali, sampai kuteteskan air mata ini.

Tasikmalaya, 21-11-2011
Azay Vangogh Braham Lincoln
(terinspirasi dari beberapa lagu popular yang belum bisa disebutkan karena lupa namanya dan beberapa puisi kondang)

Hal yang saya takuti :

1. Kecoa (karena troma pernah di kencingin)
2. Rumah angker atau rumah hantu sama aja
3. Banci
4. Orang berotot (kalau ditonjok berabe dong)
5. Listrik (sering kesetrum)